Saturday, March 10, 2012

#StopKony Untuk Tangkap Pembunuh Anak-anak


Sebuah video dokumenter menyoroti kejahatan Joseph Kony jadi pembicaraan di dunia maya.

Sabtu, 10 Maret 2012, 16:42 WIB
Ita Lismawati F. Malau

VIVAnews - Sebuah video dokumentasi garapan Invisible Children Inc. berjudul "Kony 2012", menjadi buah bibir di dunia maya. Video ini menyoroti kejahatan perang pemimpin gerilyawan Uganda, Joseph Kony dan pasukannya, Lord's Resistance Army (LRA). Seperti virus, video ini menyebar dengan cepat.
Video berdurasi 29 menit ini diunggah ke Youtube 5 Maret lalu dan sudah diklik 64 juta hingga Sabtu 10 Maret 2012 pukul 16.00 WIB. Di situs jejaring Twitter, seperti diberitakan Reuters, #InvisibleChildren and #StopKony menjadi trending topic.

Melalui video tersebut, tiga sineas asal Amerika Serikat mengkampanyekan gerakan global untuk menangkap dan mengadili Kony atas kejahatannya terhadap anak-anak.

Diungkapkan dalam video itu, Kony menculik anak-anak dari keluarga mereka untuk dijadikan tentara di masa konflik Uganda. Di kamp mereka, anak-anak ini mengalami kekerasan seksual bahkan disiksa dan dibunuh.

Pada Oktober 2011, sebagaimana dilansir ABC News, Presiden AS Barack Obama pernah mengumumkan akan mengirim pasukan ke Uganda untuk membantu aparat setempat melawan LRA dan menangkap Kony. Saat itu, Obama menyatakan Kony adalah penjahat perang dan bertanggung jawab atas berbagai pembunuhan, pemerkosaan, dan penculikan ribuan perempuan, pria, serta anak-anak di empat negara di Afrika, selama dua dekade.
Joseph Kony dan pasukan LRA Uganda
Toh demikian, video ini mendapat sejumlah kritik. Rosebell Kagumire, seorang wartawan Uganda mengatakan video itu adalah gambaran tentang negaranya enam tujuh tahun lalu. "Itu bukan gambaran Uganda sekarang. Ini sangat tidak bertanggung jawab," kata dia, kesal.

Seorang blogger terkenal di Uganda menilai penyebaran video dan gerakan "Stop Kony" itu malah membuat Kony jadi makin terkenal dan kuat saja. "Apa mereka (pembuat video) pernah memikirkan konsekuensinya?" dia mempertanyakan.

Pengiriman pasukan asing juga dia nilai malah cuma akan membuat Kony semakin gencar menculik anak-anak untuk dijadikan tentaranya, karena dia ketakutan. Bahkan, itu akan memicu Kony mulai menyerang membabi buta.

Kritik juga disuarakan Direktur Kairos Beatrice Mpora. Kairos adalah organisasi kesehatan masyarakat di Gulu, kota yang pernah menjadi pusat gerakan pemberontakan. "Isi video itu salah dan bisa membuat kami makin bermasalah, bukan malah membantu kami," katanya.

Menjawab berbagai kritik tersebut, salah satu pembuat video Jason Russell mengatakan inti persoalan hingga lahirnya video itu adalah karena "Kony sudah didakwa. Dia harus menghadapi pengadilan dan kami ingin memberinya pilihan untuk menyerah".
Tujuan gerakan "Stop Kony", kata dia, adalah untuk menangkap Kony dan menyeret dia ke Mahkamah Kriminal Internasional di Den Haag, Belanda. (kd)


• VIVAnews                 

No comments:

terima kasih

atas kunjungan anda