Wednesday, April 4, 2012

BBM Batal Naik, Ini Kecemasan Sejumlah Ekonom

Nasional


"Bagi orang miskin membutuhkan akses jalan, kesehatan,dan listrik."


Rabu, 4 April 2012, 06:10 WIB
Syahid Latif, Iwan Kurniawan 

Sejumlah kendaraan bermotor mengisi bahan bakar minyak (BBM) di SPBU di bilangan Kuningan, Jakarta (VIVAnews/ Muhamad Solihin)
VIVAnews - Kalangan ekonom mengaku cemas dengan penundaan kenaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Penundaan itu bisa mengorbankan pembangunan infrastruktur. Penundaan itu dilakukan guna mencegah bengkaknya belanja pemerintah.

"Itu artinya masyarakat Indonesia dikorbankan gara-gara perlakuan parlemen," kata Pengamat Ekonomi Chatib Basri di Jakarta, Selasa, 3 April 2012.

Menurut Chatib, jika harga BBM bersubsidi tidak dinaikan, akan ada hal-hal lain yang harus dikorbankan pemerintah seperti penghematan anggaran kementerian/lembaga maupun anggaran infrastruktur.

Kalangan ekonom mengaku tujuan pemerintah menyehatkan kondisi fiskal sebetulnya ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, jika kondisi fiskal Indonesia dipenuhi beban subsidi yang tak tepat sasaran, pemerintah sulit untuk melakukan hal itu.

"Orang miskin membutuhkan akses jalan, kesehatan, listrik dan ini tidak bisa disediakan pemerintah gara-gara orang kota mesti disubsidi BBM. Ini kan menghina keadilan," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Ekonom Standard Chartered, Fauzi Ichsan menyoroti disparitas harga antara BBM bersubsidi dan harga internasional justru bakal membuat konsumsi bakal melonjak. Sayangnya, pertambahan itu justru berasal dari tindak penimbunan dan penyelundupan. 

Aksi kriminalitas itu terjadi karena dikhawatirkan harga BBM akan naik di bulan Mei-Juli mendatang.

"Karena bagaimanapun juga dengan selisih harga yang besar antara BBM dalam negeri dan internasional, di dalam negeri Rp4.500 dan di luar negeri diatas Rp8.000, itu selisih yang sangat menguntungkan bagi penimbun penyelundup," kata Fauzi.

Dia mengatakan, aksi penyelundupan dan penimbunan BBM bersubsidi ini justru akan berdampak pada ketahanan APBN dalam jangka panjang.

Fauzi optimistis, kenaikan harga BBM bersubsidi sebetulnya tidak akan berdampak terlalu negatif pada perekonomian Indonesia. Keyakinan itu muncul mengingat pemerintah telah menyiapkan bantalan berupa bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) yang membantu konsumsi masyarakat agar tidak mengalami pelemahan tajam.


• VIVAnews

No comments:

terima kasih

atas kunjungan anda