Nasional
"Bagi orang miskin membutuhkan akses jalan, kesehatan,dan listrik."
VIVAnews - Kalangan ekonom mengaku cemas dengan
penundaan kenaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Penundaan itu bisa mengorbankan pembangunan infrastruktur. Penundaan itu
dilakukan guna mencegah bengkaknya belanja pemerintah.
"Itu artinya masyarakat Indonesia dikorbankan gara-gara perlakuan
parlemen," kata Pengamat Ekonomi Chatib Basri di Jakarta, Selasa, 3
April 2012.
Menurut Chatib, jika harga BBM bersubsidi tidak dinaikan, akan ada
hal-hal lain yang harus dikorbankan pemerintah seperti penghematan
anggaran kementerian/lembaga maupun anggaran infrastruktur.
Kalangan ekonom mengaku tujuan pemerintah menyehatkan kondisi fiskal
sebetulnya ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, jika
kondisi fiskal Indonesia dipenuhi beban subsidi yang tak tepat sasaran,
pemerintah sulit untuk melakukan hal itu.
"Orang miskin membutuhkan akses jalan, kesehatan, listrik dan ini
tidak bisa disediakan pemerintah gara-gara orang kota mesti disubsidi
BBM. Ini kan menghina keadilan," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Ekonom Standard Chartered, Fauzi Ichsan
menyoroti disparitas harga antara BBM bersubsidi dan harga internasional
justru bakal membuat konsumsi bakal melonjak. Sayangnya, pertambahan
itu justru berasal dari tindak penimbunan dan penyelundupan.
Aksi kriminalitas itu terjadi karena dikhawatirkan harga BBM akan naik di bulan Mei-Juli mendatang.
"Karena bagaimanapun juga dengan selisih harga yang besar antara BBM dalam negeri dan internasional, di dalam negeri Rp4.500 dan di luar negeri diatas Rp8.000, itu selisih yang sangat menguntungkan bagi penimbun penyelundup," kata Fauzi.
Dia mengatakan, aksi penyelundupan dan penimbunan BBM bersubsidi ini justru akan berdampak pada ketahanan APBN dalam jangka panjang.
Fauzi optimistis, kenaikan harga BBM bersubsidi sebetulnya tidak akan berdampak terlalu negatif pada perekonomian Indonesia. Keyakinan itu muncul mengingat pemerintah telah menyiapkan bantalan berupa bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) yang membantu konsumsi masyarakat agar tidak mengalami pelemahan tajam.
"Karena bagaimanapun juga dengan selisih harga yang besar antara BBM dalam negeri dan internasional, di dalam negeri Rp4.500 dan di luar negeri diatas Rp8.000, itu selisih yang sangat menguntungkan bagi penimbun penyelundup," kata Fauzi.
Dia mengatakan, aksi penyelundupan dan penimbunan BBM bersubsidi ini justru akan berdampak pada ketahanan APBN dalam jangka panjang.
Fauzi optimistis, kenaikan harga BBM bersubsidi sebetulnya tidak akan berdampak terlalu negatif pada perekonomian Indonesia. Keyakinan itu muncul mengingat pemerintah telah menyiapkan bantalan berupa bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) yang membantu konsumsi masyarakat agar tidak mengalami pelemahan tajam.
• VIVAnews
No comments:
Post a Comment