Wednesday, May 16, 2012

Cerita Histeris Keluarga Pilot Sukhoi Maut

Duka itu tidak terkatakan. Dari Halim di Jakarta hingga di Rusia dan Amerika Serikat.

RABU, 16 MEI 2012, 05:54 WIB                                                                                              Elin Yunita Kristanti
VIVAnews -- Adegan menyayat hati terlihat di Lapangan Udara Halim Perdanakusuma, Kamis 9 Mei 2012 lalu. Keluarga korban yang dirundung cemas akan nasib orang-orang terkasih, histeris saat mendengar kabar pesawat Sukhoi Superjet-100 yang hilang kontak dipastikan menabrak tebing curam Gunung Salak. Burung besi buatan Rusia itu hancur berkeping-keping. 

Nestapa itu juga terlihat saat  keluarga menyaksikan satu demi satu kantong jenazah dibawa ke Rumah Sakit Polri Kramat Jati. 

Kesedihan tak hanya milik keluarga 35 penumpang dan awak pesawat berkewarganegaraan Indonesia. Duka juga melintasi samudera dan benua, ke Prancis,Amerika Serikat, juga Rusia. Salah satunya dirasakan keluarga pilot pesawat, Alexandr Yablontsev (57).

Di hari nahas itu, orang tua Yablontsev tidak berada di rumahnya di Maikop, mereka sedang di Moskow, di kediaman Yablontsev. Sudah jadi tradisi mereka, mengunjungi para cucu di Hari Kemenangan yang dirayakan tiap 9 Mei. 

Kabar duka pesawat hilang kontak, lalu jatuh terlalu dahsyat menerjang jantung mereka yang telah jompo, berusia sekitar 86 tahun. Nikolai Antonovich dan Mary Panteleimonovna sontak syok. 

Seperti dimuat situs Rusia, Life News, ambulans dan dokter langsung didatangkan ke apartemen yang ada hiasan bintang di pintunya itu. "Kami langsung memanggil ambulans. Jantung mereka yang tua tak mampu menahan guncangan sedahsyat itu. Lebih baik mereka dalam pengawasan dokter," kata salah satu petugas di Distrik Schelkovskogo, Moskow. 

"Mereka sangat khawatir, kabar buruk berturut-turut datang. Aku tak tahu bagaimana mereka mampu bertahan dalam tragedi seperti ini." Saat ini, kedua pasangan sepuh dijaga dua dua cucunya, Igor (30) dan Marina (27), keduanya anak-anak Yablontsev.

Sementara orang tuanya kaget berat, istri Yablontsev, Tatyana dan anak-anaknya tetap yakin, apapun yang terjadi, sang pilot telah melakukan yang terbaik, bagaimanapun situasi saat musibah terjadi. Mereka terus berharap ada keajaiban, meski makin tipis seiring berlalunya waktu. 

Diabadikan di museum sekolah
Seperti dimuat situs kuban.kp.ru, duka juga dirasakan guru dan murid Sekolah Nomor 3 Maikop, tempat di mana Alexandr Yablontsev pernah menuntut ilmu. 

Mereka menundukkan kepala, mengheningkan cipta mengenang tragedi yang menewaskan salah satu lulusan terbaiknya. Nama Alexandr Yablontsev juga dicatat dalam sejarah sekolah itu. Tertulis di sana: "Alexandr Yablontsev, wafat dalam demo terbang 9 Mei 2012".

Meski ada dugaan kecelakaan terjadi karena faktor manusia, sekolah itu tidak ingin mendengar apapun yang  mungkin bisa menodai memori tenang mantan muridnya itu. "Bagi kami, Alexandr tetap seorang pahlawan. Kami akan selalu menceritakan kisah hidupnya pada murid-murid, tentang sosok yang berani dan tegas," kata salah satu guru. 

Alexandr Yablontsev lulus dari sekolah itu pada tahun 1972, setelah itu dia melanjutkan pendidikan di Sekolah Penerbangan Tinggi Militer, Armavir. 

Sebelum tragedi terjadi, reputasi sebagai pilot tak perlu dipertanyakan. Dia adalah master 45 jenis pesawat, dari supersonik MiG-25 sampai pesawat komersial populer Boeing 737 dan TU-204.

Yablontsev adalah pilot pertama Sukhoi Superjet-100, saat penerbangan perdana pesawat itu pada 2008 -- saat pesawat pertama  buatan Rusia paska runtuhnya Uni Soviet dua dekade lalu itu, baru dinyatakan lolos uji.

Alexandr Yablontsev bahkan pernah mengikuti pelatihan menjadi kosmonot pada Maret 1989 hingga April 1991, diproyeksikan sebagai penerbang pesawat ulang-alik Buran.

Buran adalah pesawat luar angkasa analog milik Uni Soviet. Buran hanya sempat menyelesaikan satu penerbangan luar angkasa tanpa awak pada 1988, sebelum programnya dibatalkan pada tahun 1993.

Sayangnya, ia tak sampai ke luar angkasa. Setelah itu ia kembali ke sekolah penerbang Akhtubinsk dan bekerja di sejumlah perusahaan penerbangan komersial. Menjadi pilot uji SSJ-100 adalah karir terakhirnya.

• VIVAnews
 

No comments:

terima kasih

atas kunjungan anda