Ini disebabkan berlakunya moratorium SMS Premium.
"Dulu omsetnya setahun kan Rp7 triliun. Sekarang jadi hanya Rp500-Rp600 miliar per tahun," ujar Augustinus Haryawirasma, Ketua Indonesian Mobile and Online Content Provider Association (IMOCA) dalam Diskusi Pencurian Pulsa di Planet Hollywood, Jakarta, 21 Maret 2012.
Angka tersebut pun masih dibagi oleh beberapa penyedia konten yang saat ini masih membuat aplikasi. "Jumlah penyedia konten yang masih hidup 10 persen dari 200 penyedia konten," katanya.
Augustinus berharap regulasi yang mengatur lebih lanjut soal konten segera diwujudkan. Ini karena bukan penyedia konten saja yang mengalami kerugian, tapi juga operator dan pelaku industri musik yang kehilangan pelanggan.
Jika pun regulasi tentang konten nantinya sudah ada, ia juga tidak yakin pertumbuhan dan sambutannya kembali normal seperti sebelum adanya moratorium SMS Premium.
"Ya masih butuh beberapa waktu, terlebih pelanggan semakin beralih kepada layanan berbasis data bukan berbasis SMS premium lagi" katanya.
Regulasi Konten Data
Meningkatnya perkembangan kebutuhan data, industri konten pun sadar perlu ada regulasi terkait konten. "Yang penting aturan yang jelas, mana yang boleh, mana yang tidak," ucap Augustinus.
Selain itu, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia juga diminta memperhatikan regulasi berbasis data ini. "Kemarin kan baru berbasis SMS, belum ke mobile data," ujarnya.
Layanan berbasis data pun saat ini menjadi pilihan pengganti bagi penyedia layanan konten seluler. Android pun masih menjadi pilihan, karena kemudahan pengembangan aplikasi.
• VIVAnews
No comments:
Post a Comment